Abu Bakar, Umar dan Ali radhiyallahu ‘anhum adalah seorang pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat ?
Abu Bakar, Umar dan Ali radhiyallahu ‘anhum adalah seorang pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat ?
Sebagaimana biasa, kaum Syi’ah tak henti-hentinya berusaha
mendiskreditkan sahabat-sahabat utama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
daintaranya adalah Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, dan kali ini
mereka menggunakan sebuah hadits dari shahih Muslim sebagai senjatanya
untuk menembak kedua sahabat mulia tersebut, tetapi seperti biasa,
kebiasaan mereka adalah menukil suatu hadits dengan sepotong-sepotong,
mengambil yang diinginkan dan membuang sisanya, sehingga menyesatkan
orang awwam yang membacanya, memang itulah tujuan mereka. Padahal jika
dibaca hadits tersebut secara keseluruhan, maka akan tampak
permasalahan sebenarnya, dan akan runtuh hujjah mereka dengan
sendirinya, karena jika kita memakai gaya pemikiran mereka, bukan hanya
Abu Bakar dan Umar ra saja yang terdiskreditkan tetapi Imam Ahlul Bait
yaitu Imam Ali, Al-Abbas ra sebagai ahlul bait Nabi pun kena getahnya
dengan gaya pemikiran mereka tersebut. Apakah setelah itu mereka masih
mau memakai hadits ini untuk menyerang sahabat Nabi? Kita lihat saja
nanti.
Baik mari kita perhatikan bersama-sama teks hadits ini secara keseluruhan :
49 – ( 1757 ) وحدثني عبدالله بن محمد بن أسماء الضبعي حدثنا جويرية عن مالك عن الزهري أن مالك بن أوس حدثه قال
Y أرسل إلي عمر بن الخطاب فجئته حين تعالى النهار قال فوجدته في بيته جالسا
على سرير مفضيا إلى رماله متكئا على وسادة من أدم فقال لي يا مال إنه قد
دف أهل أبيات من قومك وقد أمرت فيهم برضخ فخذه فاقسمه بينهم قال قلت لو
أمرت بهذا غيري ؟ قال خذه يا مال قال فجاء يرفا فقال هل لك يا أمير
المؤمنين في عثمان وعبدالرحمن بن عوف والزبير وسعد ؟ فقال عمر نعم فأذن لهم
فدخلوا ثم جاء فقال هل لك في عباس وعلي ؟ قال نعم فأذن لهما فقال عباس يا
أمير المؤمنين اقض بيني وبين هذا الكاذب الآثم الغادر الخائن فقال القوم
أجل يا أمير المؤمنين فاقض بينهم وأرحهم ( فقال مالك بن أوس يخيل إلي أنهم
قد كانوا قدموهم لذلك ) فقال عمر اتئدا أنشدكم بالله الذي بإذنه تقوم
السماء والأرض أتعلمون أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ( لا نورث ما
تركنا صدقة ) قالوا نعم ثم أقبل على العباس وعلي فقال أنشدكما بالله الذي
بإذنه تقوم السماء والأرض أتعلمان أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال لا
نورث ما تركناه صدقة ) قالا نعم فقال عمر إن الله عز و جل كان خص رسولهل
صلى الله عليه و سلم بخاصة لم يخصص بها أحدا غيره قال ما أفاء الله على
رسوله من أهل القرى فلله وللرسول [ 59 / الحشر / 7 ] ( ما أدري هل قرأ
الآية التي قبلها أم لا ) قال فقسم رسول الله صلى الله عليه و سلم بينكم
أموال بني النضير فوالله ما استأثر عليكم ولا أخذها دونكم حتى بقي هذا
المال فكان رسول الله صلى الله عليه و سلم يأخذ منه نفقة سنة ثم يجعل ما
بقي أسوة المال ثم قال أنشدكم بالله الذي بإذنه تقوم السماء والأرض أتعلمون
ذلك ؟ قالوا نعم ثم نشد عباسا وعليا بمثل ما نشد به القوم أتعلمان ذلك ؟
قالا نعم قال فلما توفي رسول الله صلى الله عليه و سلم قال أبو بكر أنا ولي
رسول الله صلى الله عليه و سلم فجتئما تطلب ميراثك من ابن أخيك ويطلب هذا
ميراث امرأته من أبيها فقال أبو بكر قال رسول الله صلى الله عليه و سلم (
ما نورث ما تركنا صدقة ) فرأيتماه كاذبا آثما غادرا خائنا والله يعلم إنه
لصادق بار راشد تابع للحق ثم توفي أبو بكر وأنا ولي رسول الله صلى الله
عليه و سلم وولي أبا بكر فرأيتماني كاذبا آثما غادرا خائنا والله يعلم إني
بار راشد تابع للحق فوليتها ثم جئتني أنت وهذا وأنتما جميع وأمركما واحد
فقلتما ادفعها إلينا فقلت إن شئتم دفعتها إليكما على أن عليكما عهد الله أن
تعملا فيها بالذي كان يعمل رسول الله صلى الله عليه و سلم فأخذتماها بذلك
قال أكذلك ؟ قالا نعم قال ثم جئتماني لأقضي بينكما ولا والله لا أقضي
بينكما بغير ذلك حتى تقوم الساعة فإن عجزتما عنها فرداها إلي
[ ش ( تعالى النهار ) أي ارتفع
Diriwayatkan oleh az-Zuhri yang hadits ini diceritakan kepadanya oleh
Malik bin Aus yang mengatakan : Umar bin Khattab memintaku untuk datang
dan aku datang kepadanya pada siang hari. Aku menemui dia di rumahnya
sedang duduk di kasur menghadap pasir, bersandar di atas bantal kulit.
Ia berkata (kepadaku) : “Malik, beberapa orang dari kaum-mu telah
bergegas datang kepadaku (dengan meminta tolong). Aku telah memutuskan
untuk memberi sedikit uang kepada mereka. Ambillah dan bagikan itu
kepada mereka. Aku berkata: “saya berharap anda memerintahkan orang lain
untuk melakukan tugas ini”. Ia berkata : “Malik, Ambillah itu”. Pada
saat itu (Pelayan Umar) Yarfa’ masuk dan berkata : “Amirul Mukminin, apa
yang anda katakan tentang Utsman, Abdurrahman bin Auf, Zubair dan Sa’ad
(yang datang meminta bertemu anda)? Umar berkata : Ya, ijinkan mereka.
Kemudian mereka masuk, kemudian Yarfa’ datang lagi dan berkata : “Apa
yang anda katakan tentang Ali dan Abbas (yang sudah hadir di depan
pintu)? Ia menjawab : Ya, ijinkan mereka untuk masuk. Abbas berkata :
“Amirul mukninin, putuskan (perselisihan) antara saya dan pembohong,
pendosa, penipu dan pengkhianat ini” (yang dimaksud adalah Ali –Pent).
Orang-orang (yang hadir) juga berkata : “Ya Amirul Mukminin, putuskan
(perselisihan tersebut) dan kasihani mereka. Malik bin Aus berkata :
Saya dapat membayangkan dengan baik bahwa mereka telah dikirimkan
terlebih dahulu untuk tujuan ini (oleh Ali dan Abbas). Umar berkata :
“tunggu dan sabar”, “kuingatkan kalian kepada Allah, dengan izin-Nya
berdiri langit dan bumi. Tidakkah kalian tahu bahwa Rasulullah Shalalahu
alaihi wasalam telah bersabda : “Kami (para Nabi) tidak meninggalkan
warisan, apa-apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah” ? Mereka menjawab
: “Ya”. Kemudian dia menghadap ke arah Ali dan Abbas dan berkata :
“kuingatkan kalian kepada Allah, dengan izin-Nya berdiri langit dan
bumi. Tidakkah kalian tahu bahwa Rasulullah Shalalahu alaihi wasalam
bersabda : “Kami (para Nabi) tidak meninggalkan warisan, apa-apa yang
kami tinggalkan adalah shadaqah” ? mereka (juga) menjawab : “Ya”
(kemudian) Umar berkata : Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung telah
memperlakukan Rasul-Nya dengan sebuah kebaikan yang khusus yang Dia
tidak perlakukan kepada yang lain kecuali terhadap beliau. Ia mengutip
ayat Al-Qur’an : “Apa-apa yang telah anugerahkan kepada Rasul-Nya dari
(kekayaan) penduduk kota adalah untuk Allah dan Rasul-Nya… (Al-Hasyr :
7)”. Rawi berkata : “saya tidak tahu apakah dia juga mengutip ayat
sebelumnya atau tidak”. Umar melanjutkan : Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wa Salam telah membagikan diantara kalian harta rampasan dari Bani
Nadhir. Demi Allah, beliau tidak pernah menghendaki dirinya melebihi
kalian dan tidak pernah mengambil alih apapun terhadap pengeluaran
kalian. (sesudah pembagian yang adil dengan cara ini) harta ini masih
tersisa.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam akan memenuhi dari harta ini untuk
nafkah tahunan beliau, dan sisanya akan disimpan di Baitul Mal. (lebih
lanjut) Ia mengatakan : kuingatkan kalian kepada Allah, dengan izin-Nya
berdiri langit dan bumi, Tahukah kalian tentang ini? Mereka menjawab
“Ya”. Kemudian dia meminta Abbas dan Ali sebagaimana ia telah minta
kepada yang lain dan bertanya : “Tahukah kalian berdua mengenai hal
ini”? mereka menjawab “Ya”. Ia mengatakan “Dan ketika Rasulullah saw.
wafat, Abu Bakar berkata, ‘Aku adalah walinya Rasulullah, lalu kalian
berdua (Ali dan Abbas) datang menuntut warisanmu dari anak saudaramu dan
yang ini menuntut bagian warisan istrinya dari ayahnya. Maka Abu Bakar
berkata, ‘Rasulullah saw. bersabda: “Kami tidak memberikan warisan,
apa-apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah.”, lalu kalian berdua
memandangnya sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat. Demi
Allah ia adalah seorang yang jujur, bakti, terbimbing dan mengikuti
kebenaran. Kemudian Abu Bakar wafat dan aku berkata, ‘Akulah walinya
Rasulullah saw. dan walinya Abu Bakar, lalu kalian berdua memandangku
sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat. Dan Allah Mengetahui
bahwa aku seorang yang jujur, bakti, terbimbing dan mengikuti
kebenaran. Aku menjadi wali dari harta ini. Kemudian kamu dan seperti
halnya dia telah datang kepadaku. Kalian berdua telah datang dan urusan
kalian satu, kalian mengatakan (pada saat itu) : “Percayakan harta itu
kepada kami”, Aku mengatakan : “jika kalian menghendakinya aku akan
percayakan kepada kalian. Dengan syarat bahwa kalian berdua akan
bertanggung jawab dengan berjanji kepada Allah untuk menggunakannya
dengan cara yang sama sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
menggunakannya”. “maka kalian berdua telah mendapatkannya”. Ia berkata :
“bukankah seperti ini?” mereka menjawab :”Ya”. Ia berkata : Kemudian
kalian datang (lagi) kepadaku dengan permintaan bahwa aku harus
mengadili diantara kalian (Ali dan Abbas). Tidak, Demi Allah, aku tidak
akan memberikan putusan yang lain kecuali ini sampai hari kiamat. Jika
kalian tidak bisa memegang harta tersebut sesuai dengan syarat yang ada,
kembalikan harta itu kepadaku. (HR. Muslim, Kitab al Jihâd wa as Sair,
Bab Hukm al Fai’,3/1376 No. 1757)
Ada beberapa poin yang bisa diambil dari hadits di atas :
1. Kesederhanaan, Kedermawanan dan ketegasan khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu
2. Abbas dan Ali ra datang dalam keadaan mereka berdua sedang
bersengketa (dalam urusan harta peninggalan Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam), kedatangan mereka disertai beberapa orang sahabat utama, mereka
meminta putusan dari Umar sebagai khalifah, hal ini menunjukkan
pengakuan mereka atas kepemimpinan Umar ra.
3. Abbas melontarkan kata-kata yang cukup keras yang ditujukan kepada
Ali dihadapan Umar dengan perkataannya “Amirul mukninin, putuskan
(perselisihan) antara saya dan pembohong, pendosa, penipu dan
pengkhianat ini (Ali)”
4. Umar ra mengingatkan kepada mereka tentang hadits Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau tidak meninggalkan warisan, dan apa-apa
yang ditinggalkan adalah shadaqah. Umar ra kemudian mengkonfirmasikan
hal ini kepada sahabat-sahabat yang hadir di sana termasuk Abbas dan Ali
ra, mereka semua dengan tegas mengetahui dan membenarkan hadits
tersebut.
5. Umar ra mengingatkan kepada mereka tentang cara Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam dalam mengelola harta Fa’i rampasan dari Bani Nadhir
yang sudah menjadi hak beliau semasa beliau masih hidup, yaitu beliau
mengambil dari harta tersebut nafkah beliau selama satu tahun dan
kemudian sisanya beliau masukkan baitul Mal (sebagai shadaqah). Umar
kemudian mengkonfirmasikan hal tersebut kepada yang hadir, termasuk
Abbas dan Ali, dan mereka semua dengan tegas mengetahui dan membenarkan
hal itu.
6. Kemudian Umar menceritakan, bahwa setelah Nabi shalallahu ‘alaihi
wa sallam wafat, Abu Bakar yang menggantikan beliau mengelola harta itu
dan mencontoh apa yang dilakukan Nabi terhadap harta Fa’i tersebut
selama beliau hidup, kemudian Abbas datang, menuntut pembagian warisan
atas harta itu dari anak saudaranya dan Ali menuntut pembagian warisan
istrinya atas harta itu dari ayahnya, dan Abu Bakar menjawab dengan
hadits di atas bahwa Nabi tidak meninggalkan warisan, apa-apa yang
ditinggalkan adalah shadaqah, tetapi saat itu mereka (Abbas dan Ali)
belum bisa menerimanya, sehingga Umar menggambarkan pandangan Abbas dan
Ali saat itu kepada Abu Bakar sebagaimana pandangan Abbas kepada Ali
dengan perkataan “kalian memandangnya sebagai pembohong, pendosa, penipu
dan pengkhianat” Umar hanya mengulang perkataan Abbas dengan persis
sama tanpa mengurangi atau melebihkan. Demikian juga saat Umar
melanjutkan ceritanya bahwa kemudian dia menggantikan Abu Bakar dan
berpendapat sama dengan Abu Bakar dalam mengelola harta itu, maka dia
ulangi lagi perkataan tersebut di atas untuk menggambarkan perbedaan
pendapat antara dia di satu sisi dengan Abbas dan Ali di sisi yang lain
saat itu.
7. Kemudian Umar menceritakan juga bahwa harta fa’i itu akhirnya
telah dia percayakan pengelolaannya kepada Abbas dan Ali dengan syarat
mereka berjanji untuk mengelola harta fa’i tersebut sebagaimana Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam mengelolanya dan hal itu sudah
dilakukannya, Umar juga meminta konfirmasi dari Abbas dan Ali mengenai
hal ini, dan mereka membenarkannya.
8. Umar tidak mau mengubah status pengelolaan harta yang sudah
dipercayakan kepada Abbas dan Ali saat itu dengan status yang lain.
Demikianlah konteks hadits di atas, ahlus sunnah dengan mudah memahami
hadits tersebut, karena memang dalam memahami hadits-hadits seperti ini
ahlus sunnah tidak disertai oleh rasa dengki atau benci terhadap sahabat
atau ahlul bait tertentu. Ahlus sunnah memaklumi adanya perselisihan
pendapat diantara para sahabat maupun ahlul bait. Ahlus sunnah tidak
mencela sahabat maupun ahlul bait yang berbuat keliru dalam ijtihadnya,
karena mereka bukanlah makshum yang tak lepas dari kekeliruan.
Hadits yang panjang di atas sebenarnya dicantumkan juga oleh Bukhari
dalam shahihnya dalam beberapa riwayat tetapi dengan redaksi yang
sedikit berbeda dan di dalamnya tidak disebutkan kata-kata yang oleh
kaum Syi’ah begitu dihebohkan yaitu kata-kata “pembohong, pendosa,
penipu dan pengkhianat”.
Tuduhan Syi’ah terhadap Abu Bakar dan Umar ra dengan berhujjah pada hadits ini dan kecurangan Syi’ah dalam menukil hadits.
Kaum Syi’ah mencoba mencari-cari cara untuk mendiskreditkan khalifah Abu
bakar dan Umar ra berdasarkan literatur ahlus sunnah, dan seperti biasa
mereka menggunakan segala cara, agar kaum awwam ahlus sunnah termakan
oleh hasutan mereka, mereka dengan sengaja menukil hadits tersebut
sebagian saja dan tidak menampilkan keseluruhan teks hadits tersebut,
hal ini dilakukan oleh mereka, karena jika teks hadits ini ditampilkan
secara keseluruhan, maka akan runtuh dengan sendirinya syubhat mereka.
Salah satu contoh, sebuah situs yang dikelola oleh seorang syi’ah tulen
bernama Ibnu Jakfari, di dalam sebuah artikel di blognya berjudul
Khalifah Abu Bakar dan Umar dimata Imam Bukhari dan Muslim, tertulis
seperti ini :
Abu Bakar Kâdzib!
Imam Bukhari dan Imam Muslim keduanya melaporkan dengan beberapa
jalur yang meyakinkan bahwa segera setalah Abu Bakar melontarkan hadis
itu dan dengannya ia melegalkan perampasan tanah Fadak, Imam Ali as.
menegaskan bahwa Abu Bakar telah berbohong atas nama Rasulullah saw.
dalam hadis tersebut!
Di bawah ini kami sebutkan hadis panjang riwayat Bukhari dan Muslim
yang melaporkan pengaduan/sengketa antara Abbas dan Imam Ali as. di
hadapan Umar –semasa menjabat sebagai Khalifah:
فلما توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أبو بكر: أنا وليُّ
رسول الله صلى الله عليه وسلم، فجئتما تطلب ميراثك كن ابن أخيك و يطلب
هذا ميراث إمرأته من أبيها فقال أبو بكر: قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم قال: ما نورث ما تركنا صدقة! فرأيتماه كاذبا آثما غادرا خائنا
والله يعلم أنه فيها صادق بار راشد تابع للحق …..
“… Dan ketika Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar berkata, ‘Aku adalah
walinya Rasulullah, lalu kalian berdua (Ali dan Abbas) dating menuntut
warisanmu dari anak saudaramu dan yang ini menuntut bagian warisan
istrinya dari ayahnya. Maka Abu Bakar berkata, ‘Rasulullah saw.
bersabda: “Kami tidak diwarisi, apa- apa yang kami tinggalkan adalah
shadaqah.”, lalu kalian berdua memandangnya sebagai pembohong, pendosa,
penipu dan pengkhianat. Demi Allah ia adalahseorang yang jujur, bakti,
terbimbing dan mengikuti kebenaran. Kemudian Abu Bakar wafat dan aku
berkata, ‘Akulah walinya Rasulullah saw. dan walinya Abu Bakar, lalu
kalian berdua memandangku sebagai pembohong, pendosa, penipu dan
pengkhianat…. “ (HR. Muslim, Kitab al Jihâd wa as Sair, Bab Hukm al
Fai’,5/152)
Imam Bukhari Merahasiakan Teks Sabda Nabi saw.!
Dalam hadis shahih di atas jelas sekali ditegaskan bahwa Imam Ali
as. dan Abbas ra. paman Nabi saw. telah menuduh Abu Bakar dan Umar yang
merampas seluruh harta warisan Nabi saw. dari ahli waris belaiu dengan
membawa-bawa hadis palsu atas nama Nabi saw. sebagai:
1. Pembohong/Kâdziban.
2. Pendosa/Atsiman.
3. Penipu/Ghadiran.
4. Pengkhianat/Khâinan.
Kenyataan ini sangat lah jelas, tidak ada peluang untuk dita’lilkan
dengan makna-makna pelesetan yang biasa dilakukan sebagian ulama ketika
berhadapaan dengan redaksi yang agak semu!
Demikian si penulis Rafidhi ini dengan sok- nya menuliskan
kalimat-kalimat di atas. Pembaca yang tidak kritis dan tidak mau
meneliti lagi hadits yang dinukil si penulis rafidhi ini akan dengan
mudah termakan oleh syubhat tersebut, padahal jika pembaca mau sekali
saja membuka hadits tersebut dan membaca keseluruhan teks yang ada, maka
akan terbongkarlah kelemahan hujjah si penulis rafidhi tersebut. Dan
akan ketahuan bahwa si Penulis memang dengan sengaja tidak menukil
hadits tersebut secara keseluruhan agar para pembaca bisa termakan
syubhatnya. Dengan alasan apapun ini adalah kecurangan yang nyata!
Perhatikan :
Si penulis tidak menukilkan bagian hadits yang menyebutkan Al-Abbas ra
berkata mengenai Ali ra di hadapan Umar ra “Amirul mukninin, putuskan
(perselisihan) antara saya dan pembohong, pendosa, penipu dan
pengkhianat ini.
Si penulis juga tidak menukilkan bagian hadits yang menyebutkan Abbas,
Ali dan para sahabat ra yang berada di rumah Umar ra membenarkan hadits
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi: “Kami (para Nabi) tidak
meninggalkan warisan, apa-apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah”
Si penulis juga tidak menukilkan bagian hadits yang menyebutkan Abbas,
Ali dan para sahabat ra yang berada di rumah Umar membenarkan apa yang
dilakukan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam terhadap harta Fa’i tersebut
di saat beliau masih hidup.
Si penulis juga tidak menukilkan bagian hadits yang menyebutkan bahwa
harta fa’i tersebut sudah dipercayakan pengelolaannya kepada Abbas dan
Ali ra oleh Umar ra.
Mari lebih lanjut kita jawab syubhat si Penulis tersebut :
Jika si penulis Rafidhi ini telah berani memakai hadits Muslim di atas
sebagai hujjah dan dia mengatakan di atas bahwa hadits ini shahih atau
meyakinkan, maka konsekuensinya dia harus memakai keseluruhan teks
hadits tersebut sebagai hujjah, tidak bisa hanya mengambil sepotong saja
dan membuang yang lain.
Apakah si penulis tidak membaca pada hadits tersebut bahwa Umar hanya
menirukan apa yang dikatakan oleh Abbas ra terhadap Ali ra di hadapan
Umar ra?
“Amirul mukninin, putuskan (perselisihan) antara saya dan si pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat ini. (Ali)
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan beberapa variasi
mengenai apa yang diucapkan Abbas mengenai Ali dihadapan Umar ra.
وفي رواية عقيل عن ابن شهاب في الفرائض ” اقض بيني وبين هذا الظالم
Dalam riwayat Uqail dari Ibnu Syihab (az-Zuhri) dalam kitab Kewajiban al-Khumus “Putuskan antara saya dan si Dzalim ini”.
زاد شعيب ويونس ” فاستب علي وعباس “
Syu’aib dan Yunus menambahkan bahwa Ali dan Abbas memanggil dengan
nama masing-masing tanpa menyebutkan sama sekali kata-kata pembohong,
etc seperti di atas
Sedangkan kata-kata “pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat” dalam hadits di atas adalah riwayat dari Juwairiyah.
Beberapa variasi teks tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa Abbas dan
Ali ra sedang berselisih pendapat, sedangkan detail dari apa yang
dikatakan Abbas mengenai Ali sebenarnya adalah merupakan kata-kata yang
tidak jelas, terbukti adanya beberapa variasi teks mengenai hal itu.
Seharusnya inilah pengertian yang bisa diambil dari hadits tersebut.
Jika si penulis memahami hadits tersebut dengan disertai kedengkian
terhadap sahabat tertentu dan tetap keukeuh menganggap bahwa Abu Bakar
dan Umar sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat di mata
Abbas dan Ali dalam artian yang sebenarnya, lalu bagaimana posisi Imam
Ali sendiri dalam hadits tersebut? Apakah berarti Ali ra juga adalah
seorang pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat di mata Abbas dalam
artian yang sebenarnya? artinya yang dikatakan sebagai pembohong,
pendosa, penipu dan pengkhianat dalam hadits tersebut bukan hanya Abu
Bakar ra dan Umar ra saja, tetapi juga Ali ra? Apakah penulis mau
menerima pernyataan seperti ini?
Mari kita perhatikan, Abbas mengatakan bahwa Ali adalah pembohong,
pendosa, Penipu dan pengkhianat dengan begitu jelas dan tegasnya
dihadapan Umar, sedangkan Umar hanya memperkirakan pandangan Abbas dan
Ali terhadap Abu Bakar dan terhadap dirinya pada waktu yang telah lalu
saat mereka berselisih pendapat mengenai harta peninggalan Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan menirukan kata-kata Abbas mengenai
Ali, lihatlah kembali kata-kata Umar ra di atas فرأيتماه كاذبا ”Kalian
berdua memandangnya sebagai pembohong,..” kira-kira mana tuduhan yang
lebih nyata? Tuduhan Abbas atau Perkiraan Umar? Pembaca tentu bisa
menilainya sendiri.
Sebenarnya perkataan Abbas ra dalam hadits di atas bisa dikatakan adalah
sebuah sindiran tajam kepada Ali ra, demikian juga perkataan Umar ra
adalah merupakan sindiran yang tajam terhadap Abbas dan Ali ra, karena
dulunya mereka berdua tidak sependapat dengan Abu Bakar dan Umar ra
tetapi kemudian saat itu mereka berdua mengakui dan membenarkannya dan
mereka berdua datang dalam keadaan berselisih diantara mereka untuk
meminta keputusan dari Umar ra. Dan perkataan Umar ra dan Abbas ra
tidak lepas dari retorika dalam bahasa Arab. Allahu A’lam bishowab.
Si Penulis mengatakan :
Dalam hadis shahih di atas jelas sekali ditegaskan bahwa Imam Ali
as. dan Abbas ra. paman Nabi saw. telah menuduh Abu Bakar dan Umar yang
merampas seluruh harta warisan Nabi saw. dari ahli waris belaiu dengan
membawa-bawa hadis palsu atas nama Nabi saw. sebagai:
1. Pembohong/Kâdziban.
2. Pendosa/Atsiman.
3. Penipu/Ghadiran.
4. Pengkhianat/Khâinan.
bukankah disebutkan dalam teks hadits di atas bahwa Imam Ali dan Abbas
mengakui kebenaran hadits yang dibawakan oleh Umar dan Abu Bakar (Kami
tidak meninggalkan warisan…)?, mari kita nukil lagi,
Kemudian dia menghadap ke arah Ali dan Abbas dan berkata :
“kuingatkan kalian kepada Allah, dengan izin-Nya berdiri langit dan
bumi. Tidakkah kalian tahu bahwa Rasulullah Shalalahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Kami (para Nabi) tidak meninggalkan warisan, apa-apa yang
kami tinggalkan adalah shadaqah” ? mereka (juga) menjawab : “Ya”
apakah si penulis tidak membaca teks tersebut? Jika Imam Ali dan Abbas
menuduh Abu Bakar dan Umar sebagai pembohong dan seterusnya, mengapa Ali
dan Abbas ra kemudian mengakui dan membenarkan hadits tersebut? Apakah
Penulis berani mengatakan bahwa Abbas dan Ali ra tidak konsisten dalam
hal ini, karena sebelumnya mereka menuduh Abu Bakar dan Umar sebagai
Pembohong, dst.., tetapi kemudian mereka membenarkan hadits tersebut?
Jika penulis tidak mau menerima konsekuensi dengan memakai hadits ini
sebagai hujjah, maka saran kami jangan pernah dech coba-coba memakai
hadits Muslim itu sebagai hujjah untuk menyerang sahabat Nabi.
Kemudian si Penulis juga menuduh bahwa Imam Bukhari merahasiakan teks
kata-kata “pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat” pada hadits yang
dibawakannya dan menggantikannya dengan kata-kata “begini dan begitu”.
Padahal ada beberapa variasi teks dan sanad yang berbeda, sehingga
perbedaan redaksi seperti itu adalah hal wajar selama makna yang
disampaikan adalah sama, sebagaimana adanya beberapa variasi mengenai
perkataan Abbas ra terhadap Ali ra yang telah disebutkan di atas, bahwa
perselisihan pendapat diantara mereka adalah suatu perkara yang jelas,
tetapi detail dari kata-kata yang mereka ucapkan ketika mereka
berselisih pendapat itulah yang tidak jelas dan bervariasi.
Ibnu Hajar dalam syarahnya mengatakan mengenai hadits semakna yang tercatat dalam bab Fardhu Khumus :
وكأن الزهري كان يحدث به تارة فيصرح , وتارة فيكني , وكذلك مالك وقد
حذف ذلك في رواية بشر بن عمر عنه عند الإسماعيلي وغيره وهو نظير ما سبق من
قول العباس لعلي وهذه الزيادة من رواية عمر عن أبي بكر حذفت من رواية إسحاق
الفروي شيخ البخاري…
Dan az-Zuhri dulu kadang-kadang membicarakannya (tambahan kata-kata
“pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat”) dengan jelas, kadang
mengkonotasikannya, dan begitu pula Malik dan tambahan itu telah dihapus
pada riwayat Bisyr bin ‘Amr darinya pengikut mazhab Ismailiyah dan yang
lainnya dan merupakan bandingan dari pendapat sebelumnya dari perkataan
Al Abbas kepada Ali dan tambahan ini dari riwayat Umar dari Abu Bakar
telah dihapus dari riwayat Ishaq Al-Farawi guru Al-Bukhari,
Al-Hafidz Ibnu Hajar telah menjelaskan dengan panjang lebar mengenai
tambahan kata-kata tersebut di syarah beliau, dan tidak ada beliau
menuduh Imam Bukhari seperti apa yang dituduhkan oleh si penulis Syi’ah
tersebut. Maka tuduhan si penulis ini adalah fitnah!
Si Penulis blog tersebut berkata :
Di antara lembaran hitam sejarah umat Islam yang tak dapat
dipungkiri adalah terjadinya sengketa antara Fatimah as. –selaku ahli
waris Nabi saw.– dan Abu Bakar selaku penguasa terkait dengan tanah
Fadak dan beberapa harta waris yang ditinggalkan Nabi saw.
Menolak adanya sengketa dalam masalah ini bukan sikap ilmiah! Ia
hanya sikap pengecut yang ingin lari dari kenyataan demi mencari
keselamatan dikarenakan tidak adanya keberanian dalam menentukan sikap
membela yang benar dan tertindas dan menyalahkan yang salah dan
penindas!
Siapa yang menolak perselisihan tersebut? AhlusSunnah tidak mengingkari
adanya perselisihan pendapat di antara sahabat amaupun ahlul bait,
Tetapi kami bukanlah pendengki seperti si penulis ini, yang
mengkultuskan yang satu dan membenci yang lain, kami ahlus sunnah
memaklumi bahwa mereka bisa saja berselisih paham dan itu adalah
wajar-wajar saja, terjadi pada sahabat maupun ahlul bait, karena mereka
bukan makshum. Dan Ahlus Sunnah tidak bersikap berlebih-lebihan terhadap
perkara yang diikhtilafkan oleh mereka dan akhirnya riwayat yang shahih
menyatakan bahwa perselisihan tersebut sudah selesai, Imam Ali dan
keturunannya menerima dan membenarkan keputusan Abu Bakar dan khalifah
selanjutnya mengenai perlakuan terhadap harta peninggalan Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam sesuai yang diperintahkan dan dipraktekkan
oleh Nabi sendiri semasa Nabi masih hidup.
Data-data akurat telah mengabadikan sengketa tersebut! Karena deras
dan masyhurnya kenyataaan itu sehingga alat penyaring Imam Bukhari dan
Muslim tak mampu menyaringnya! Atau bisa jadi sangking shahihnya hadis
tentangnya sehingga Imam Bukhari dan Muslim –sebagai penulis kitab hadis
paling selektif pun- menshahihkannya dan kemudian mengoleksinya dalam
kedua kitab hadis Shahih mereka!
Tetapi si penulis ini begitu curang, dengan menukil hadits hanya sebagian saja untuk menyesatkan kaum awwam.
Dalam kali ini kami tidak hendak membicarakan kasus sengketa tanah
Fadak secara rinci. Akan tetapi kami hanya akan menyoroti “argumentasi
dadakan” yang diajukan Abu Bakar secara spontan demia melegalkan
perampasan tanah Fadak! Argumentas Abu Bakar tersebut adalah “hadis
Nabi” yang kemudian menjadi sangat masyhur di kalangan para pembela Abu
Bakar! Hadis tersebut adalah hadis “Kami para nabi tidak diwarisi,
apa-apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah.”
Setelah dilontarkan pertama kali oleh Abu Bakar secara dadakan di
hadapan argumentasi qur’ani yang diajukan putri kenabian; Fatimah az
Zahra as., hadis itu menerobos mencari posisi sejajar dengan sabda-sabda
suci Nabi saw. lainnya. Tidak penting sekarang bagi kita untuk menyimak
penilaian para pakar hadis atau lainnya tentang status hadis tersebut!
Apakah ia benar sabda suci Nabi saw. atau ia sekedar akala-akalan Abu
Bakar saja demi melegetimasi perampasan tanah Fadak!
Buktinya pada hadits yang penulis Syi’ah tersebut jadikan hujjah, baik
itu Bukhari maupun Muslim, disebutkan bahwa Imam Ali dan Abbas mengakui
kebenaran hadits tersebut, anehnya kenapa si penulis ini tidak
menukilnya??.
Dengan PeDe-nya si Penulis syi’ah itu berkata :
Kami dapat memaklumi bahwa dengan riwayat-riwayat shahih seperti di
atas saudara-saudara kami Ahlusunnah dibuat repot dan kebingungan
menetukan sikap!
Kami tidak repot atau bingung kok dengan hadits di atas, sikap kami
sudah sangat jelas sebagaimana yang sudah kami sampaikan, bahwa mereka
adalah manusia biasa dan wajar jika terjadi perbedaan pendapat diantara
mereka, dan hal itu tidak mengurangi sama sekali keutamaan mereka,
justru kelihatan si penulis ini yang repot dan kebingungan mencari-cari
dalil dari literatur Sunni untuk mendiskreditkan orang-orang tertentu
dikalangan para sahabat, tetapi sayangnya si penulis ini berlaku curang
dengan menukil hadits secara sepotong-sepotong.
Sahabat maupun Ahlul Bait tidaklah Ma’shum
Ahlus Sunnah tidak meyakini bahwa sahabat maupun ahlul bait adalah
ma’shum, contohnya sebagaimana diceritakan oleh hadits di atas, apapun
kekeliruan yang mungkin dilekatkan kepada Abbas, Ali, Abu Bakar maupun
Umar radhiyallahu ‘anhum adalah timbul dari diri mereka sebagai manusia
biasa, dan yang benar adalah setiap mereka mempunyai hujjah, dan kita
dapatkan bahwa perselisihan pendapat bukan hanya terjadi diantara para
sahabat saja, bahkan terjadi juga di lingkungan ahlul bait Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam, contohnya adalah hadits di atas dimana Al
Abbas ra berselisih paham dengan Ali ra.
Perselisihan pendapat antara orang-orang yang kita ketahui keshalehan
mereka adalah hal yang wajar, dan tidaklah itu menghilangkan agama kita
ataupun berpengaruh kepada keyakinan dasar kita serta tidak
menghilangkan keutamaan dan keadilan mereka sebagai generasi awal Islam
yang dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kesimpulan :
Tuduhan Syi’ah bahwa Abu Bakar ra dan Umar ra adalah sebagai seorang
pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat berdasarkan hadits Muslim di
atas adalah tuduhan yang lemah dan jika mereka mengambil hadits Muslim
tersebut sebagai hujjah, maka mereka harus mengambilnya secara
keseluruhan dan tidak sepotong-sepotong, konsekuensinya mereka harus
juga terpaksa menuduh Imam Ali juga sebagai seorang pembohong, pendosa,
penipu, dan pengkhianat, dan menuduh Al-Abbas dan Imam Ali keduanya
sebagai seorang yang tidak konsisten. Sekarang tersedia 3 opsi buat
Syi’ah :
1. Menolak hadits tersebut, maka tuduhan mereka terhadap Abu Bakar dan Umar ra ikut tertolak juga.
2. Mengambil hadits tersebut, dengan konsekuensi mereka akan menuduh
Ahlul Bait Nabi persis dengan apa yang dituduhkan kepada Abu Bakar dan
Umar ra bahkan plus menuduh ahlul bait tidak konsisten.
3. Memahami hadits tersebut sebagaimana ahlus sunnah memahaminya.
Bahwa perselisihan pendapat diantara mereka adalah hal yang wajar
sebagai manusia biasa yang tidak ma’shum dan tidak sedikitpun mengurangi
keutamaan mereka. Dan apa yang mereka (para sahabat dan ahlul bait)
katakan saat berselisih pendapat adalah merupakan bagian dari kosa kata
mereka sebagai Master dalam ilmu Balaghah bahasa Arab yang kadang
merupakan retorika dan penekanan dalam percakapan.