Senin, 22 April 2013

TAKHRIJ RIWAYAT TIDAK ADANYA KHALIFAH PENGGANTI ALI RA KARENA MENGIKUTI NABI SAW.

 Hadits 
حدثنا إسماعيل بن أبي حارث، ثنا شبابة بن سوَّار، ثنا شُعيب ابن ميمون، عن حصين بن عبد الرحمن، عن الشعبي عن شقيق، قال : قيل لعلي رضي الله عنه : ألا تَستخلف ؟ قال : ما استخلف رسول الله صلى الله عليه وسلم فَستخلف، وإن يردِ الله تبارك وتعالى بالناس خيرًَا فَسيجمَعهم على خيرهم، كما جمعهم بعد نبيِّهم على خيرهم.
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Abi Haarits : Telah menceritakan kepada kami Syabaabah bin Sawwaar : Telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Maimuun, dari Hushain bin ‘Abdirrahmaan, dari Asy-Sya’biy, dari Syaqiiq, ia berkata : Dikatakan kepada ‘Aliy : “Tidakkah engkau mengangkat pengganti (khalifah) ?”. Ia menjawab : “Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat pengganti hingga aku harus mengangkat pengganti. Seandainya Allah tabaaraka wa ta’ala menginginkan kebaikan kepada manusia, maka Ia akan menghimpun mereka di atas orang yang paling baik di antara mereka sebagaimana Ia telah menghimpun mereka sepeninggal Nabi mereka di atas orang yang paling baik di antara mereka” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Kasyful-Astaar 3/164 no. 2486]
Derajatnya : Lemah, karena Syu’aib bin Maimuun, akan tetapi hadits diatas dikuatkan dengan hadits dibawah ini :
1.     Dari Al-A’masy, dari Saalim bin Abi Ja’d, dari ‘Abdullah bin Sabu’, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad 1/30, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 14/596 & 15/118, Ibnu Sa’d  dalam Ath-Thabaqaat 3/20, Abu Ya’laa dalam Al-Musnad no. 341, Al-Khallaal dalam As-Sunnah no. 332, Al-Ashbahaaniy dalam Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah no. 279, Ibnu ‘Asaakir  dalam At-Taariikh 42/538, dan Adl-Dliyaa’  dalam Al-Mukhtarah no. 594; semuanya dari jalan Wakii’ : Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Saalim bin Abi Ja’d, dari ‘Abdullah bin Sabu’, ia berkata : Aku mendengar ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu berkata :
لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا، فَمَا يَنْتَظِرُ بِي الْأَشْقَى؟ ! قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَخْبِرْنَا بِهِ نُبِيرُ عِتْرَتَهُ، قَالَ: إِذًا تَالَلَّهِ تَقْتُلُونَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: فَاسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، قَالَ: لَا، وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ؟ وَقَالَ وَكِيعٌ مَرَّةً: إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: أَقُولُ: " اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ قَبَضْتَنِي إِلَيْكَ وَأَنْتَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
"Sungguh akan diwarnai (darah) dari sini hingga sini, dan tidak menungguku selain kesengsaraan." Para shahabat bertanya : "Wahai Amirul-Mukminiin beritahukan kepada kami orang itu, agar kami bunuh keluarganya." Ali berkata; "Kalau begitu, demi Allah, kalian akan membunuh selain pembunuhku." Mereka berkata : "Angkatlah khalifah pengganti untuk memimpin kami !". ‘Aliy menjawab : "Tidak, tapi aku tinggalkan kepada kalian apa yang telah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tinggalkan untuk kalian". Mereka bertanya : "Apa yang akan kamu katakan kepada Rabbmu jika kamu menghadap-Nya?". Dalam kesempatan lain Wakii' berkata : "Jika kamu bertemu dengan-Nya?" ‘Aliy berkata : "Aku akan berkata : 'Ya Allah, Engkau tinggalkan aku bersama mereka sebagaimana tampak bagi-Mu, kemudian Engkau cabut nyawaku dan Engkau bersama mereka. Jika Engkau berkehendak, perbaikilah mereka dan jika Engkau berkehendak maka hancurkanlah mereka'" [lafadh dari Ahmad dalam Al-Musnad, 1/130].
 2.     Dari Al-A’masy, dari Salamah bin Kuhail, dari ‘Abdullah bin Sabu’, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Ahmad  dalam Al-Musnad 1/156 & dalam Al-Fadlaail no. 1211 dan darinya Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh 42/539-540 : Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Aamir, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy, dari Al-A’masy, dari Salamah bin Kuhail, dari ‘Abdullah bin Sabu’, ia berkata : ‘Aliy berkhutbah kepada kami : ...... (dengan khutbah semisal di atas)....”.
Kedua riwayat diatas berderajat lemah dikarenakan : Idhdhirabnya dan tadlisnya Al-A’masy serta majhulnya Abdullah bin sabu.
 Akan tetapi kelemahan tersebut akan hilang manakala :
1.    Ada jalur lain yang merajihkan salah satu dari perawi antara Salim atau Salamah yang tanpa melalui Al-A’masy.       
·         Dari Bakr bin Bakr, dari Hamzah Az-Zayyaat, dari Hakiim bin  Jubair, dari Saalim bin Abi Ja’d dari ‘Aliy – secara mursal tanpa menyebutkan Ibnu Sabu’.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat 3/29, Abu Nu’aim  dalam Akhbaar Ashbahaan 2/166 & 2/201, Ibnu Mandah dalam Hadiits-nya no. 24, dan Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh 42/537; semuanya dari jalan Bakr bin Bakr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hamzah Az-Zayyaat, dari Hakiim bin  Jubair, dari Saalim bin Abi Ja’d dari ‘Aliy – tanpa menyebutkan ‘Abdullah bin Sabu’    
·      Dari Abaan bin Taghlib, dari Salamah bin Kuhail, dari ‘Abdullah bin Sabu’.  Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh 42/541 : Telah memberitakan kepada kami Abu Bakr Asy-Syiiruwiy, dan telah menceritakan kepada kami Abul-Mahaasin ‘’Abdurrazzaaq bin Muhammad darinya (ح). Dan telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim Al-Waasithiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Khathiib; mereka berdua (Abu Bakr Al-Khathiib dan Abu Bakr Asy-Syiiruwiy) berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Qaadliy Abu Bakr Al-Hiiriy : Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub Al-Asham : Telah menceritakan kepada kami Abul-Hasan ‘Aliy bin Muhammad bin Habiibah Al-Qurasyiy : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Al-Hasan bin Al-Furaat Al-‘Iraar : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Umar, dari Abaan bin Taghlab, dari Salamah bin Kuhail, dari ‘Abdullah bin Sabu’, ia berkata : Telah berkata ‘Aliy tiga tahun sebelum ia dibunuh : “.....(al-atsar)...”.
Dengan dua jalur diatas maka hilanglah Idhdhirab dan tadlis Al-A’masy.
2.    Adanya penta’dilan atas Abdullah bin Sabu’ minimal oleh dua orang ulama jarh watta’dil.
·         Abu Bakr bin ‘Ayyaasy; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir  dalam At-Taariikh 42/538-539,  dari jalan Muhammad bin ‘Abdirrahmaan bin Al-‘Abbaas, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Haaruun, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim Asy-Syahiidiy, ia berkata : Aku mendengar Abu Bakr bin ‘Ayyaasy berkata dengan menyebutkan khutbah ‘Aliy di atas. Ishaaq bin Ibraahiim An-Nahdiy berkata :
سَمِعْتُ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَيَّاشٍ، يَقُولُ: عِنْدِي فِي هَذَا الْحَدِيثِ إِسْنَادٌ جَيِّدٌ أَخْبَرَنِي الأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي  الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، أَنَّ عَلِيًّا خَطَبَهُمْ بِهَذِهِ الْخُطْبَةِ
“Aku mendengar Abu Bakr bin ‘Ayyaasy berkata : ‘Menurutku, hadits ini sanadnya jayyid (baik). Telah mengkhabarkan kepadaku Al-A’masy, dari Saalim bin Abi Ja’d, dari ‘Abdullah bin Sabu’, bahwasannya ‘Aliy berkhutbah kepada mereka dengan khutbah tersebut” [selesai].
 Perkataan Abu Bakr bin ‘Ayyaasy terhadap penghukuman sanad hadits yang ia bawakan (dari Al-A’masy, dari Saalim, dari ‘Abdullah bin Sabu’, dari ‘Aliy) adalah shahih sanadnya sampai kepadanya. Dan sebagaimana telah dimaklumi bahwa tashhih seorang ulama terhadap sanad tertentu (mu’ayyan) dianggap merupakan tautsiq terhadap para perawinya. Oleh karena itu, penghukuman Abu Bakr bin ‘Ayyaasy ini mengkonsekuensikan adanya tautsiq (atau ta’dil secara umum) terhadap para perawinya, termasuk ‘Abdullah bin Sabu’. Oleh karena itu, – minimal - terangkatlah jahalatul-‘ain-nya meskipun dalam kitab al-jarh wat-ta’diil ia hanya ditautsiq oleh Ibnu Hibbaan yang terkenal mutasahil dalam pentautsiqan perawi majhuul. Penghukuman Ibnu Hajar dalam At-Taqriib dengan maqbuul bisa dibenarkan, karena perawi yang dihukumi dengan status ini adalah diterima jika ada mutaba’ah-nya.
Jadi kemajhulan ‘Abdullah bin Sabu’ telah hilang karena penilaian Bakr bin ‘Ayyaasy , Ibnu Hibban dan Ibnu Hajar.
KESIMPULANNYA : HADITS ABDULLAH BIN ABU SABU’ ADALAH  MAQBUL.
    Wallaahu a’lam.


Rabu, 10 April 2013

MUAWIYAH RADHIYALLOHU ANHU

Orang-orang syiah menghujat Muawiyah ra, mereka menampilkan dalil-dalil yang syubhat, mereka tafsirkan dengan panjang lebar, seakan-akan hujjah mereka benar.

Kali ini akan kita tampilkan nash yang jelas pengertiannya antara realita dan konteksnya, yang menunjukkan keutamaan Muawiyah ra.


Nash 1.

Allah ta’ala berfirman :
لَقَدْ تابَ اللهُ عَلَى النَّبِيِّ والمُهاجِرينَ والأنْصارِ الَّذينَ اتَّبَعُوهُ في سَاعَةِ العُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ ما كادَ يَزِيغُ قُلوبُ فَريقٍ مِنهم ثُمَّ تابَ عَلَيْهِم، إنَّهُ بِهِم رَؤوفٌ رَحيمٌ
“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka” [QS. At-Taubah : 117].
Ayat ini turun berkaitan dengan perang Tabuk. Inilah makna ‘saa’atul-‘usrah’ (saat-saat yang sulit). 
Realitanya :  bahwa Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan adalah salah seorang shahabat yang mengikuti Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di saat-saat yang sulit tersebut (perang Tabuk).
Nash 2.
Bahkan, beliau telah mengkhabarkan adanya balasan surga bagi Mu’aawiyyah sebagaimana tertera dalam riwayat berikut :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْخُلُ عَلَى أُمِّ حَرَامٍ بِنْتِ مِلْحَانَ فَتُطْعِمُهُ وَكَانَتْ أُمُّ حَرَامٍ تَحْتَ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ فَدَخَلَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَأَطْعَمَتْهُ ثُمَّ جَلَسَتْ تَفْلِي رَأْسَهُ فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَرْكَبُونَ ثَبَجَ هَذَا الْبَحْرِ مُلُوكًا عَلَى الْأَسِرَّةِ أَوْ مِثْلَ الْمُلُوكِ عَلَى الْأَسِرَّةِ يَشُكُّ أَيَّهُمَا قَالَ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَدَعَا لَهَا ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ فَنَامَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَا قَالَ فِي الْأُولَى قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ أَنْتِ مِنْ الْأَوَّلِينَ فَرَكِبَتْ أُمُّ حَرَامٍ بِنْتُ مِلْحَانَ الْبَحْرَ فِي زَمَنِ مُعَاوِيَةَ فَصُرِعَتْ عَنْ دَابَّتِهَا حِينَ خَرَجَتْ مِنْ الْبَحْرِ فَهَلَكَتْ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, ia berkata : Aku membacakan (hadits) di hadapan Maalik, dari Ishaaq bin ‘Abdillah bin Abi Thalhah, dari Anas bin Maalik : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Ummu Haram binti Milhan - isteri ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit – yang kemudian ia (Ummu Haram) menghidangkan makanan untuk beliau. Setelah itu Ummu Haram menyisir rambut beliau, hingga Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tertidur. Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa. Ummu Haram bertanya : "Apa yang menyebabkanmu tertawa wahai Rasulullah ?". Beliau bersabda : “Sekelompok umatku diperlihatkan Allah ta'ala kepadaku. Mereka berperang di jalan Allah mengarungi lautan dengan kapal, yaitu para raja di atas singgasana atau bagaikan para raja di atas singgasana" - perawi ragu antara keduanya - . Ummu Haram berkata : "Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka." Kemudian beliau mendoakannya. Setelah itu beliau meletakkan kepalanya hingga tertidur. Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa. Ummu Haram berkata : Lalu aku kembali bertanya : "Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu tertawa ?". Beliau menjawab : "Sekelompok umatku diperlihatkan Allah Ta'ala kepadaku, mereka berperang di jalan Allah…" - sebagaimana sabda beliau yang pertama - . Ummu Haram berkata : Lalu aku berkata : "Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka !". Beliau bersabda : "Kamu termasuk dari rombongan pertama". Pada masa (kepemimpinan) Mu'aawiyah, Ummu Haram turut dalam pasukan Islam berlayar ke lautan (untuk berperang di jalan Allah). Ketika mendarat, dia terjatuh dari kendaraannya hingga meninggal dunia [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1912].

Nash 3.


حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَزِيدَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ وَهُوَ نَازِلٌ فِي سَاحَةِ حِمْصَ وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ أُمُّ حَرَامٍ قَالَ عُمَيْرٌ فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا
Telah menceritakan kepadaku Ishaaq bin Yaziid Ad-Dimasyqiy : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Hamzah, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Tsaur bin Yaziid, dari Khaalid bin Ma’daan : Bahwasannya ‘Umair bin Al-Aswad Al-‘Ansiy telah menceritakan kepadanya : Bahwa dia pernah menemui 'Ubaadah bin Ash-Shaamit ketika dia sedang singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di rumahnya, dan Ummu Haram ada bersamanya. 'Umair berkata : Maka Ummu Haram bercerita kepada kami bahwa dia pernah mendengar Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Pasukan dari umatku yang pertama kali berperang dengan mengarungi lautan, telah diwajibkan padanya (pahala surga)". Ummu Haram berkata : Aku katakan : "Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk di antara mereka ?". Beliau bersabda : "Ya, kamu termasuk dari mereka". Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kembali bersabda : "Pasukan dari umatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar (Romawi) akan diberikan ampunan (dari dosa)". Aku katakan : "Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah ?". Beliau menjawab : “Tidak" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2924].
Realitanya : pemimpin armada laut Islam yang pertama adalah Muawiyah.
Nash 4.

حَدَّثَنَا صَدَقَةُ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى عَنْ الْحَسَنِ سَمِعَ أَبَا بَكْرَةَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَالْحَسَنُ إِلَى جَنْبِهِ يَنْظُرُ إِلَى النَّاسِ مَرَّةً وَإِلَيْهِ مَرَّةً وَيَقُولُ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
Telah menceritakan kepada kami Shadaqah : telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Uyainah : Telah menceritakan kepada kami Abu Muusaa, dari Al-Hasan bahwasannya ia mendengar Abu Bakrah : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar bersabda - ketika itu Al-Hasan berada di samping beliau, sesekali beliau melihat ke arah orang banyak dan sesekali melihat kepadanya : "Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid (pemimpin) dan semoga dengan perantaraannya Allah akan mendamaikan dua kelompok besar dari kaum Muslimin" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3746]
Realitanya : kedua kelompok yang bertikai yang didamaikan oleh Al Hasan adalah kelompok Ali dan kelompok Muawiyah, keduanya masih dianggap oleh Rosululloh saw sebagai kaum muslimin.
Kepada siapakah kita akan berpihak.....?
Kepada Nash yang sesuai dengan realitanya.....?
Kepada akhlak syiah yang busuk.....yang menghujat....yang berputar-putar dalam takwil sesat...?

Alhamdulillah...........